PEMBEKALAN
CALON SINTUA
“ DI HKBP RESS TIGALINGGA”
1. Pendahuluan.
Sintua di HKBP itu berbeda
dengan “Majelis” atau “Penatua” di Gereja lain.
Sering sekali, pandangan keliru dari orang banyak tentang sintua di HKBP jika
dibandingkan dan dipersamakan dengan penatua atau Majelis di Gereja lain
(diluar HKBP) – sehingga setiap orang martohonan Sintua sama
saja dianggap. Dimanakah perbedaannya? Bukankah hanya “pengistilahan”
saja, bahwa HKBP menyebutnya : Sintua sedangkan di
Gereja lain, disebut Penatua? Memang kedengarannya dan
kelihatannya hampir serupa, namun yang pasti, tidak sama.
Perbedaannya, akan nyata,
melalui penjelasan yang kita terima melalui pembekalan yang sedang kita tempuh.
Kita hanya membicarakan tohonan Sintua di HKBP dan sama
sekali tidak membicarakan ke-Penatua-an di semua Gereja
atau denominasi. Melalui pembicaraan kita tentang tohonan Sintua di HKBP kita
melihat perbedaan yang nyata dengan Gereja lain.
(Penatua) dikenal sebagai
salah satu unsur pelayanan atau petugas gerejawi yang memperoleh tugas
pelayanan melalui penahbisan. Dengan penahbisan itu mereka dipilih dan disuruh
oleh Tuhan untuk menjalankan suatu tanggung jawab kristiani yakni melayani
Tuhan dan melayani sesama. Kemajuan sebuah pelayanan di jemaat (khususnya di
gereja HKBP) bukan hanya tergantung kepada pelayanan seorang pendeta dan
pelayan – pelayan yang menerima tahbisan (pangula na gok tingki = full time).
Sintua mengambil peranan yang sangat penting dalam pelayanan di gereja.. itu
sebabnya “tohonan sintua” bukan hanya sekedar pembantu (pangurupi) pendeta,
guru jemaat, Bibelvrow, Diakones.
Boleh dikatakan “Tohonan
sintua” (Jabatan Penatua) lah “tohonan” yang tertua di gereja mula – mula di
Yerusalem setelah jabatan Rasul, Bahkan di gereja HKBP, tohonan sintua
merupakan jabatan yang pertama diberikan kepada pelayanan pribumi untuk
mendampingi pelayanan para misionaris yang di utus dari Eropah. Hal ini terjadi
pada tahun 1867, hanya sekitar 6 tahun setelah babtisan yang pertama di tanah
Batak (Tahun 1861 = Lahirnya HKBP). Dari sini kita dapat melihat bahwa tohonan
sintua telah meleui perjalanan yang sangat panjang dalam sejarah Kristen baik
gereja mula – mula dan juga didalam sejarah gereja Kristen baik gereja
mula–mula dan juga di dalam gereja di tanah Batak. Sementara “ohonan guru” baru
ditetapkan tahun 1873 sedangkan “tohonan kependetaan” pada tahun 1885.
Tohonan sintua adalah pelayanan yang
berat tanggung jawab dan tuntutannya. Beratnya tanggung jawab seorang penatua
menyebabkan beratnya pula kualifikasi yang diharapkan dari seorang sintua.
Pengertian “Tohonan”
Menurut Pdt. DR P.W.T. Simanjuntak
(mantan Ephorus HKBP periode 1992 – 1998) kata “Tohonan” ditinjau dari
perspektif orang batak bersumber dari dua suku kata yakni “toho” dan “an”. Kata
“Toho” artinya tepat, sedangkan kata “an” artinya itu. Jika kedua kata itu
digabungkan maka dapat di artikan sebagai berikut : “ lebih tepat si anu itu
melakukannya ataupun membicarakannya dari pada si Anu ini”. Tohonan maksudnya
adalah suatu pekerjaan khusus yang sangat penting yang tidak dapat dilaksanakan
atau dilakukan oleh orang lain. Pengertian “Tohonan “itdak dapat disamakan
dengan kata “ulaon” sebagai tugas yang tidak dapat diwakilkan dan dicabut.
Berbeda dengan gereja – gereja lain yang mengartikan “tohonan” sebagai jabatan.
Jabatan yang dapat di cabut dan berperiode. Dari pengertian di atas, seorang
yang menerima “tohonan” adalah seseorang yang sangat tepat untuk suatu
pekerjaan yang diembankan kepadanya.
2. Nama
atau sebutan Sintua.
Sintua adalah
sebutan untuk tohonan (salah satu jabatan) Gerejawi di HKBP.
Tohonan Sintua merupakan pekerjaan istimewa yang tidak semua orang
menyandangnya. Misalnya Nabi atau imam itu adalah tohonan atau jabatan yang
bukan semua orang dapat memperolehnya. Tidak semua orang menjadi Rasul, itu
adalah tohonan.
Dalam
penjelasannya di dalam sebuah tulisan, Ompu i Pdt. DR. J. Sihombing Emeritus
(Alm.); “Sintua” adalah pelayan yang mulia – ia adalah orang yangdituakan. Di
HKBP sintua adalah sebutan khas untuk orang-orang yang
terpanggil melayani disamping tohonan lain seperti Pendeta, Guru Huria,
Bibelvrouw, dll. Dia dituakan bukan karena umurnya telah tua, tetapi pekerjaan
yang ia lakukan, sikap dan kinerja yang ia lakukan semuanya menggambarkan peran
orang yang di-tua-kan.
Dari
tulisan Pdt. M.S.M. Panjaitan, MTh. Di dalam Vocatioa Dei STT HKBP Pematang
Siantar (Edisi XXXIII – XXXIV Pebruari 1992) yang disadur dari berbagai sumber
bahwa istilah yang banyak dipergunakan dalam perjanjian lama untuk menyebut
“sintua” atau penatua adalah “Zaken”.
Dalam
bahasa Yunani, sintua adalah terjemahan dari kata “presbiter” atau presbyteros.
Ada beberapa kali kata itu dipakai dalam Perjanjian Baru, misalnya : Luk 22:66;
Kis 14:23; 22:5; I Tim 4 :14; 5:19; Tit 1:5. pada awalnya, kata “resbiter”
mencakup pengertian yang sangat luas. Bahkan Rasul Yohanes dan Rasul Petrus
menyebut diri mereka sebagai “Presbiter” atau sintua (Lih II Yoh. 1:1; II Yoh
1:1; I Petr. 5:1)
Dalam
bahasa Inggris “sintua” terjemahan dari kata “elder” sekalipun kata tersebut
boleh diterjemahkan dengan “pangituai” dan bisa juga berarti “sintua”.
Menurut
Pdt. DR. Andar Ismail, di gereja Korea, sintua atau penatua disebut
“Yang-No-Nim” “Yang” artinya panjang, wibawa, bijak, terpelajar, pemimpin. “No”
artinya matang atau tua. Jadi sintua atau penatua adalah seorang yang panjang
pikiran , panjang wibawa, panjang sabar, panjang akal, berjiwa pemimpin, yang
bijak, matang dalam kepribadiaanya. Pokoknya berperilaku seperti seorang yang
patut dituakan.
Menurut
Pdt. Prof. DR. F.H. Sianipar, bahwa kata “sintua” dikalangan orang batak baru
dikenal setelah kekristenan masuk ke tanah batak. Artinya bahwa kata atau nama
“sintua” adalah istilah di dalam gereja yang menunjuk kepada jabatan. Sebelum
kekristenan masuk ketanah batak, yang ada “pangituai” seperti “ pangituai ni
huta”, yaitu orang yang diandalkan karena kepintarannya, pengalamannya atau
karena usianya. Dikatakan lagi, kalau “pangituai ni huta” adalah menunjuk
kepada “tohonan” kepada kedudukan seseorang ditengah –tengah masyarakat,
sedangkan “sintua” menunjuk kepada “tohonan” ditengah –tengah gereja. Didalam
bahasa batak, kedua istilah itu jelas berbeda sesuai dengan fungsinya.
Alkitab
Perjanjian Baru, dalam bahasa aslinya menyebut : “presbiter”
(Kis. 14:23; 1 Tim. 4:14; 1 Tim.5:18; Tit. 1:5) memang yang disebut dengan
presbiter adalah : Penatua untuk Gereja atau yang melayani Gereja. Karena ada
juga sebutan presbiter yang bukan di jemaat tetapi yang mengambil peran di
masyarakat contohnya di Luk. 22:66 presbiter adalah para tua-tua (pengetua,
pangituai) – band. dengan Mat. 26:57; Mark 14:53). Presbiter yang dimaksud pada
ke-3 Injil diatas bukanlah pengerja Gereja atau pelayan jemaat, tetapi lebih
menghunjuk kedudukandi masyarakat. Jadi karena itulah mereka
memang benar menyandang jelas yang dituakan, atau elder (bahasa
Inggris) – memang dipilih dari sudut umur dan sudah orangtua, dan gelar itu
merupakan kehormatan untuk pribadinya.
Sedangkan “Sintua”
di jemaat bukanlah suatu gelar kehormatan atau merupakan pengangkatan status
sosial. Sintua adalah orang yang rela melakukan pekerjaan “marhobas”
– melayani (to serve) karena dia adalah pelayan (servant)
sebagai abdi. Ada 2 (Dua) kata dalam Alkitab tentang pelayanan atau abdi :
1. Doulos (baca
: dulos) bahasa Yunani, dan
2. Ebed (bahasa
Ibrani)
Arti yang
sebenarnya : budak, yang statusnya sangat rendah dan hina.
Karena seorang “budak” adalah milik tuannya, dia hanya melayani
tuannya, dia tidak berhak mendapat pelayanan. Dikemudian hari Gereja mengambil
alih pemahaman ini sebab Yesus Kepala Gereja sendiri mengklaim diriNya
“Pelayan” saat Ia berkata : “bahwa anak manusia datang bukan untuk dilayani
melainkan untuk melayani ........ (Mark. 10:45).
Oleh karena itu seorang Sintua adalah pelayan yang melayani jemaat Allah,
karena nya ia adalah juga pelayan Allah, atau hamba Allah (ebed
yahwe = abdi yahwe = hamba Tuhan, dan dia adalah = doulos-nya Allah = pelayan
Allah dalam ucapan bahasa Yunani “doulos tu Theu” =(dulos tu Teu)). Rasul
Paulus sendiri menyebut dirinya hamba Yesus Kristus (Rm. 1:1). Jadi jelaslah
Sintua adalah sebuah pe-ngabdi-an, sebuah pelayanan untuk
jemaat Tuhan. Dalam kaitan ini kata jemaat harus kita bedakan dengan “Gereja”
sebab jemaat dan Gereja memang berbeda. Jemaat atau Huria adalah menunjukkan
kepada persekutuan orangnya. Jemaat adalah fellowship (punguan)
yang berorientasi kepada manusia sebab jemaat adalah sekumpulan orang yang
dipanggil keluar dari dunia untukmenjadi milik Kristus Yesus
(Rm. 1:6). Jemaat adalah orang yang dipilih untuk menjadi imamat yang rajani
dan menjadi kepunyaan Allah, yang telah memanggil keluar dari kegelapan untuk
masuk kedalam terangnya yang ajaib (1 Petr. 2:9). Itulah sebabnya jemaat dalam
bahasa Perjanjian Baru (bahasa Greek disebut
: ekklesia; dari dua patah kata yaitu :
a. Ek
atau ex artinya : from out, out from among (keluar dari antara)
b. Kaleo
artinya : I call, summon, invite (memanggil, mengundang)
Jadi ekklesia adalah :
orang-orang yang dipanggil keluar dari gelap yaitu dari dunia, keluar dari dosa
untuk masuk kedalam terang Injil, terangnya kehidupan Kristus. Itulah jemaat
yang orientasinya adalah sebuah : an assembly, meeting of assembly, a
community, congregation (sebuah pertemuan, kumpulan, persekutuan).
Sedangkan Gereja
lebih banyak diartikan phisiknya, gedungnya atau institusinya atau
organisasinya. Kalau demikian jika ia disebut Sintua ni HKBP, maka ia adalah
seorang yang melayani manusianya, yang tidak dapat terpisahkan dari persekutuan
(parsaoran) ni angka halak na pinarbadiaan ni Tuhan i. ia berada di tengah persekutuan
jemaat setempat. Itulah sebabnya Aturan Peraturan HKBP di dalam memilih dan
mengajukan orang-orang yang akan menjadi “Sintua” harus
berdasarkan yang dipilih oleh anggota jemaatnya dimana seseorang calon itu
berada. Walaupun ia secara pribadi ingin menjadi Sintua, tetapi anggota
persekutuan jemaat lingkungannya tidak mendukungnya, seseorang itu tidak dapat
menjadi Sintua, tentu disamping banyak syarat lain, namun prasyarat, ia
diajukan (atau ada yang mengajukannya).
Di Gereja lain
saya pernah mengikuti pemilihan Majelis jemaat maka rapat Gerejalah yang
memutuskan. Setelah dipilih resmilah ia menjadi Majelis – yang periodenya
ditentukan, misalnya 3 – 5 tahun. Kemudian akan dipilih lagi di periode yang
akan datang, jika terpilih maka tetap menjadi Majelis, jika tidak terpilih
menjadi anggota biasa. Di HKBP, tohonan ha-Sintua-on, melekat sekali untuk
selamanya, sampai ia menghembuskan nafas terakhir atau kalau ia melakukan
pelanggaran maka tohonan Sintuanya baru lepas dari dirinya.
3.
Gereja HKBP zaman DR. I.L. Nomensen
Setelah gereja berdiri di
daerah Silindung, Tapanuli Utara (Tapunuli Utara (Taput ) oleh I.L Nomensen,
jabatan sintua atau penatua diberikan kepada orang – orang pribumi untuk
membantu para pendeta (missionaries) menjalankan tugas pelayanan di dalam
jemaat. Mengingat luasnya pekerjaan yang harus dikerjakan oleh I.L . Nomensen
pada waktu itu, sementara dirinya sendiri tidak mempu membina kehidupan
kerohanian jemaat yang baru berdiri. Supaya bisa terlepas dari kesulitan itu,
Nomensen berfikir, bahwa tugas palayanan itu sebagian harus diserahkan kepada
anggota jemaat yang telah dapat memahami dengan baik adat dan sifat masyarakan
batak itu sendiri. Pada tahun 1867, I.L Nomensen telah menahbiskan 4 orang
putra batak menjadi penatua gereja yang pertama di gereja dame, sait ni huta,
Tarutung, Yakni Abraham, Isak, Josep, Jakobus. Ke empat orang inilah yang
membantu Nomensen membimbing anggota jemaat yang baru masuk Kristen. Mereka
menegur, menasehati dan membawa ke jalan yang benar. Kalau Nomensen berhalangan
memimpin kebaktian minggu, salah satu dari mereka berempatlah yang
menggantikannya. Karena kebaktian minggu masih sesuatu hal yang baru bagi
anggota jemaat, maka tugas penatua dalam hal yang menyangkut kebaktian itu
demikian banyak. Pada waktu itu masih banyak anggota jemaat yang suka ribut
dalam kebaktian, maka tugas penatua adalah menegor mereka. Apabila seseorang
sampai tiga kali ditegor tetapi tetap tidak mau mengindahkan, maka anggota
jemaat yang ribut tidak diperbolehkan ikut dalam perjamuan kudus. Apa bila
tetap berkeras maka hukuman berikut adalah dikucilkan dari gereja.
4. Syarat Menjadi Seorang
SintuaSejak
zaman Perjanjian Lama sampai Zaman Perjanjian Baru hingga zaman gereja
sekarang, setiap orang yang akan dipilih menjadi penatua harus lah orang –
orang yang terpercaya, setia dan mampu menjalankan tugas. Dengan kata lain,
mereka harus orang yang bijaksana, dan mempunyai integritas tinggi.Karena
beratnya tugas yang dikerjakan seorang sintua dalam jemaat, Paulus menasehatkan
Timotius agar jangan buru – buru menahbiskan seseorang menjadi sintua (1 tim
5:22). Dan orang yang akan diangkat menjadi sintua di jemaat haruslah memiliki
syarat –syarat tertentu sebagaimana di dalam 1 Tim 3 :1-7 dan juga Titus 1
:6-9, yakni :
1) Seorang yang tidak bercacat
2) Suami dari satu istri
3) Dapat menahan diri
4) Bijaksana
5) Sopan
6) Suka memberi sumbangan (bertamu)
7) Cakap mengajar orang
8) Bukan peminum
9) Bukan pemarah
10) Peramah
11) Pendamai
12) Bukan hamba uang
13) Seorang kepala keluarga yang baik
14) Disegani dan dihormati oleh anak
–anaknya
15) Jangan seorang yang baru bertobat
16) Mempunyai nama baik di luar jemaat
Tentu masih banyak lagi yang dituntut
dari seorang penatua dijemaat. Dari syarat tersebut tergambar apa yang patut
dikerjakan oleh penatua dalam tugas pelayanan di dalam gereja dan masyarakat.
Dari syarat – syarat yang telah
disebutkan di atas, gereja HKBP menentukan dalam aturannya siapa yang layak
menjadi seorang sintua. Sesuai dengan aturan peraturan HKBP tahun 2002
dijelaskan bahwa syarat menjadi seorang sintua atau penatua adalah sebagai
berikut :
a. Warga jemaat yang mempersembahkan
dirinya menjadi penatua di jemaat.
b. Rajin mengikuti kebaktian minggu dan
perjamuan kudus
c. Berperilaku tidak bercela
d. Paling sedikit umurnya 25 tahun
e. Sehat rohani dan jasmani
f. Sedikit – dikitnya berpendidikan
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)
g. Dipilih oleh warga jemaat dari antara
mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbisan.
Itulah gambaran dan ciri –
ciri khas dari seorang penatua di dalam gereja HKBP, dan didalam gambaran itu
tercermin juga gerak pelayanan dari seorang penatua . itu berarti pelayanan
itulah yang menunjukkan diri seseorang sebagai penatua. Penatua itu bukanlah
suatu gelar kehormatan didalam kehormatan di dalam gereja, melainkan suatu
fungsi pelayanan di tengah – tengah jemaat
5. Tugas Sintua Atau PenatuaDikisah para rasul, ada 3
tugas utama para penatua :
1.
memelihara atau menggembalakan jemaat, kepada para penatua di Efesus, Paulus
berkata .”….jagalah…jemaat Allah….” (Kis 20:28)
2.
Memimpin atau mengatur jemaat. Di titus 1:7, digunakan istilah “pangatur rumah
Allah, kata yunaninya “Oikonomon”, berarti pengelola atau pelaksana usaha.
Penatua berfungsi mengelola jemaat supaya jemaat menjadi hidup dan berkembang,
tertib dan teratur.
3.
menjaga kemurnian ajaran gereja, di Kis 20 :29 – 31, Paulus mengingatkan
kemungkinan adanya orang, baik dari dalam maupun dari luar, yang berusaha
menarik murid – murid dari jalan yang benar.
Tugas
seorang Sintua menurut Aturan Peraturan HKBP tahun 2002 adalah sebagai berikut
:
a.
Sebagai tertera dalam Agenda Penerimaan Penatua HKBP
b.
Melaksanakan Babtisan darurat
c.
Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing – masing
d.
Mengikuti sermon dan rapat penatua
e.
Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan, sementara menurut Pdt. Prof.
DR.F.H. Sianipar, tugas seorang sintua ada mencakup:
1.
Mitra Pendeta dan Guru jemaat melaksanaknan pelayanan di gereja
2.
Menjaga kehidupan rohani warga jemaat
3.
Melaksanakan Babtisan Darurat Pandidion Nahinipu
4.
Memelihara atau menjaga RPP (Siasat gereja)
5.
Membuat statistik jemaat di Wijk masing – masing
6.
Mengajar anak sekolah minggu
7.
Menjaga dan mengembangkan harta gereja
8.
Mengikuti sermon dan rapat sintua
9.
Menjenguk orang yang sakit
10.
Memimpin Kebaktian minggu (maragenda)
11.
Berkhotbah
Karena itu
tohonan Sintua tidak sama dengan Majelis – sebab “Majelis”
menurut kamus bahasa Indonesia artinya, “kumpulan Dewan” atau
kelompok dari orang-orang dalam tugas tertentu, yang dipilih dalam periode atau
jangka waktu tertentu. Apabila seseorang menjadi anggota Majelis itu berarti,
orang tersebut menduduki jabatan terhormat, begitulah biasanya yang ditemukan
dalam sebuah institusi atau organisasi duniawi maka sangatlah jelas perbedaan
dari sudut makna, fungsi dankeberadaan Sintua dengan Majelis.
6. Tugas/Pekerjaan
Dari Seorang Sintua HKBP MENURUT AGENDA
Buku agenda HKBP (buku Tata Ibadah/Liturgia HKBP) memuat uraian tugas dari
Sintua HKBP (fasal XIV di agenda – berbahasa Batak Toba) dan dalam fasal yang
sama juga dalam agenda HKBP berbahasa Indonesia. Namun uraian lengkap atau
penjelasan tidak terdapat. Secara ringkas akan kita bahas pada sesi ini.
Menurut agenda HKBP ada 7 tugas-tugas pokok (adongma Pitu pangarimpunan ni ulaon
ni Sintua HKBP).
Rt: 1.
Pelayan yang mengamati anggota jemaat yang dipercayakan kepadanya, dan meneliti
perilaku mereka.
Jika ada yang
berperangai/berperilaku yang tidak baik, Sintualah yang menegor, atau
memberitahukannya kepada Guru Jemaat atau Pendeta agar orang tersebut
dinasehati.
Ked 2: Mengajak atau memotivasi warga jemaat
agar beribadah ke Gereja, apabila seseorang tidak hadir, perlu diketahui apa
penyebabnya.
Ket
3: Mengajak/mendorong/memotivasi
anak-anak agar rajin ke sekolah.
Kee 4.
Mengunjungi anggota jemaat yang sakit untuk mendoakan mereka, menyampaikan
Firman Allah, agar hati mereka dihiburkan dan berpengharapan kepada Allah Yesus
Kristus.
Keli 5: Menyampaikan penghiburan kepada
orang-orang yang berdukacita atau berkemalangan, orang-orang yang mengalami
kesusahan/penderitaan dari warga jemaat yang digembalakannya.
Kee 6: Mengajak orang-orang yang masih belum
percaya dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai juruselamatnya, juga orang-orang
yang tersesat imannya agar bertobat, dan mereka memperoleh hidup yang kekal.
Ket 7: Membantu
dan bertugas untuk pengumpulan dana serta keperluan yang dibutuhkan oleh Gereja
untuk perluasan kerajaan Allah di dunia ini.
Penutup
Persyaratan yang diajukan untuk seorang
sintua bukan dimaksud supaya kita menyerah dan berkata “saya tidak layak”
Tohonan sintua adalah sebuah anugerah Tuhan yang diberikan atas dasar kemurahan
hatinya. Pelayanan kepada Tuhan tidak diukur dari banyaknya yang kita perbuat, melainkan
dari kesungguhan dan kesetiaan kita melakukan pelayanan itu. Calvin berkata
“yang penting bukanlah apa yang kita kerjakan dengan kekuatan kita, melainkan
apa yang dikerjakan oleh Allah melalui kita “Alkitab bersaksi tentang seorang
sintua “penatua – penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat,
terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar “(1 tim 5:17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar