Sabtu, 10 Agustus 2019

PEMBINAAN PARHALADO KELUARGA DAN GURU SEKOLAH MINGGU HKBP RESORT TIGALINGGA

Motivasi dan Peranan ‘Sintua HKBP dan Keluarga’
Melayani Tuhan di Tengah Gereja, Keluarga
dan Masyarakat Era Revolusi Digital

Pdt. Dr. Sukanto Limbong[1]
1.     Pengantar
Barometer perubahan dunia era digital begitu cepat. Setara dengan sebuah gerakan revolusi, di mana manusia dipacu beradaptasi secara cepat dan anti lelet ke dalam sebuah era inovasi yang bergerak super dinamis namun begitu disruptif. Ditandai dengan meningkatnya konektivitas, keterhubungan baru antara manusia dan mesin, serta transfer digital ke dunia fisik. Disadari atau tidak kondisi ini benar-benar mengguncang semua tatanan dan mau tidak mau manusia dipaksa “mengimani” pesatnya kemajuan dengan kepungan teknologi. Tak heran bila sehebat Stephen Hawkings pernah menjuluki era ini sebagai era terbaik sekaligus era terburuk bagi kemanusiaan, dan ia menduga era inilah akhir dari evolusi itu sendiri.
Sintua HKBP dan keluarga terpanggil melayani di Gereja, Keluarga, dan Masyarakat di Era Revolusi Industri 4.0, Era revolusi digital ini.  Isu utama era artificial intelligence ini bukan pada pemakaian teknologinya seperti gadget, website, boleh tidaknya memakai aplikasi Alkitab di gereja, perlu tidaknya memakai powerpoint di peribadahan gereja, tetapi pada perubahan sikap manusia, perubahan cara pandangnya, relasinya bahkan penghayatannya akan Tuhan di era digital ini. Kondisi sedemikian ini memerlukan kehadiran Sintua HKBP bersama keluarga di garis terdepan melayani Tuhan di jemaat, keluarga dan masyarakat.
Tulisan ini tentu tidak bermaksud untuk mensimplifikasi persoalan era Revolusi Industri 4.0 ini hanya sebagai tanggung jawab Sintua HKBP dan keluarganya. Sintua HKBP dan Keluarga diangkat di sini semata-mata untuk mewakili  salah satu tohonan pelayan di gereja HKBP, karena mustahil untuk memutus keterhubungan tohonan Sintua dan arak-arakan pelayanan tohonan yang lainnya. Tulisan ini sengaja diarahkan untuk mengantar diskusi atau percakapan mengenai bagaimana motivasi dan peran Sintua HKBP dan keluarga di era saat ini.

2.     Gereja dan Pelayan(an) di Era Digital
2.1.            Dunia Berubah begitu Pesat
Perlahan namun pasti, dunia virtual semakin bergeser kepada kerajaan virtual, identitas manusia semakin dibentuk oleh perkembangan berpikirnya. Meminjam istilah Kurzeil, kita bukan lagi hardware tetapi sudah menjadi software[2]. Bukan lagi jiwa yang bertubuh tetapi menjadi manusia super hebat yang "terpisah" dari tubuh[3], betul bahwa setiap software memerlukan hardware, maka kita tidak betul-betul terpisah dari tubuh, tetapi kita akan menempatkan ulang tubuh seturut dengan tubuh virtual. Dunia maya tempat para generasi milenial mangkal[4], telah menjadikan kerajaan virtual ini menjadi ruang individualisasi, ruang sosialisasi serta ruang ekspresi bagi mereka. Sehingga mereka bukan saja anak-anak Kerajaan Alllah, melainkan anak-anak kerajaan virtual.
Semua perangkat kemajuan ini bergerak di ruang kemanusiaan, manusia sebagai "homopublicus", manusia dikenali dari relasi sosial yang dihidupinya. Seseorang dapat terlihat begitu berbuasana agamais, namun sesungguhnya hanya terdorong oleh trend/gaya tertentu. Di sini berjejer sejumlah persoalan, seperti halnya kapitalisasi spiritualitas dan fenomena spiritualtainment[5].
2.2.            Gereja di Tengah Goncangan Perubahan
Gereja kini telah berubah menjadi tontonan ketimbang tuntunan. Kehadiran gereja dalam kehidupan sosial dipraktekkan dengan mengonsumsi berbagai simbol religius. Dari segi agama Hjarvard[6] menilai ada dua pola hubungan yang kini sedang terjadi, pertama, agama dalam internet dipresentasikan dalam media memengaruhi individu maupun komunitas di konteks yang lebih luas, dan yang kedua internet sebagai agama, media internet sebagai sebuah agama yang baru, paling tidak dimaknakan secara baru.
Gereja digeser (atau bergeser sendiri) menjadi komoditas, yang terus berjuang menjanjikan pasar bagi khalayak. Religiositas tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral, melainkan sesuatu yang populer bahkan menjadi komoditas yang perlu dipamerkan. Upaya komodifikasi yang terus berjuang mengubah nilai guna menjadi nilai tukar[7]. Aktivitas beragama bergerak ke suksesi kultur baru, smartphonisasi agama. Namanya sebuah komoditas agar supaya ia tetap bisa bertahan, maka ia harus terus menerus diproduksi secara temporer, satu-satunya cara adalah membentuk dan mengubah-ubah selera pengikutnya. Secara perlahan agama terseret mengikut arus zaman dan semakin kehilangan (1) daya otoritasnya dan daya (2) reflektifnya.
2.3.            Maya Tetapi Tidak Sepenuhnya Maya
Dunia mayameskipun nosional (abstrak) tetapi di situlah jejaring terjadi, meskipun maya tetapi bukan murni abstrak, ia tetap menjadi sebuah realitas. Ia tetap merupakan bagian dari pengalaman sehari-hari terutama kalangan muda. Internet adalah tempat bertemunya berbagai hubungan baru. Tak ada ubahnya dengan kehidupan yang nyata, di mana segala sifat baik dan buruk manusia berjumpa. Dengan demikian cyberspace (dunia maya) tidak menjadi sebuah tempat yang terpisah dari kehidupan kita, ia adalah sebuah realitas bernama realitas virtual.

3.      Menggumuli Peran Sintua HKBP dan Keluarga Sintua
Tugas utama seluruh orang percaya termasuk Sintua HKBP di dalamnya adalah memberitakan Injil. Tugas ini berasal dari Tuhan Yesus Kristus, Matius 28:19-20 mengambarkannya sebagai amanat agung. Secara lebih terperinci tugas ini dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul 1:8 disebutkan “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi".
Pertama, Tuhan memberi tugas marhalado sebagai sebuah tugas kehormatan yakni “menjadi saksi”, sebab sebelumnya Allah cukup memakai malaikat menjadi saksinya, kepada Maria, kepada para gembala, kapan dan di mana pun. Kedua, hidup adalah kesaksian bagi setiap keadaan dan kesempatan. Ayat ini menunjuk yang pertama di  Yerusalem (keluarga,rumah kita sendiri), Yudea (Gereja,lingkungan orang seiman), Samaria (masyarakat,orang yang kita kenal namun belum mengenal Tuhan), hingga ujung bumi (dunia,orang yang kita tidak kenal dan tidak mengenal kita dan tidak mengenal Tuhan).
Dalam agenda HKPB tugas ini dijabarkan menjadi tujuh pokok tugas utama Sintua dalam pelayanan.

Menjadi sintua, perlu menggumuli beberapa hal berikut:
1.       Lebih dari sekedar terlibat.Menjadi sintua dan keluarga sintua, memberi diri lebih dari sekadar keterlibatan. Lebih dari sekedar hadir, datang, ikut dalam menyemarakkan pelayanan. Sintua memerlukan komitmen yang teguh dan kuat. Terdapat 8 M yang dipakai: mamatamatahon, mangaramoti, maninsang, mandasdas, manangkasi, maningkir, mangapuli dan mangurupi. Kemudian 3 P, yakni: paboahon, pasingothon, paturehon. Selain banyak, keseluruhan tugas ini memerlukan energi yang cukup, dukungan keluarga yang kuat, yang hanya bisa dilakukan bila setiap sintua dan keluarganya benar-benar berkomitmen
2.       Berani memilih.Tarikan dunia ini amat kuat untuk menahan kita supaya mengabaikan tugas pokok, dan melakukan tugas yang lain (yang bukan tugas kita). Di sini keluarga bisa berpotensi menjadi penghalang. Maka dari itu, panggilan ini memerlukan keberanian seorang sintua dan keluarga untuk memilih mendahulukan dan memenuhi tugas-tugas pokok yang dialamatkan bagi para sintua.
3.       Fokus dalam Pelayanan. Petrus pernah goyah, takut, ketika Tuhan memberinya kesempatan berjalan di atas air. Tiupan angin itu cukup mengubah fokusnya, meski sebenarnya dia adalah nelayan yang cukup dalam pengalaman. Soal angin, biasa. Soal gelombang, biasa. Soal berenang, pasti bisa. Namun perkara fokus ini bukan soal biasa, biasa dan bisa melainkan fokus kita yang tertuju pada Tuhan.
Salah satu yang dapat menjadi acuan bagi peranan Sintua HKBP dalam hubungannya dengan peranan keluarga sebagai penopang adalah kolaborasi Akwila da Priskila (Kis. 18:1-3). Keluarga ini hidup sebagai tukang tenda, menghadapi pergumulan berat, diusir dari Roma akhirnya pindah ke Korintus, mengalami banyak tekanan, termasuk dari segi ekonomi, hingga kemudian berjumpa dan melayani bersama Paulus.


Alkitab menyajikan sejumlah bentuk dan peranan keluarga pelayan dalam memulikan Tuhan di tengah kehidupan umatNya. Zipora mendukung, Musa, menghindarkannya dari hukuman Tuhan (Kel. 4:24-26), Yosua berkomitmen untuk membawa seluruh keluarganya beribadah kepada Tuhan (Yos. 24:15), Yohanes Pembaptis anak Imam Zakharia dan Elizabet yang dipakai Tuhan (Luk. 1:57-66), Timotius memiliki ikatan kuat dengan Lois, neneknya, dan Eunike, ibunya.  (2 Tim. 1:5), Timotius memberikan syarat yang sangat ketat bagi para penatua dan diaken, khususnya keluarga (1 Tim. 3:1-13) termasuk koreksi terhadap peran Imam Eli yang tidak tegas terhadap anak-anaknya membuat Tuhan murka kepadanya (1 Sam. 3:11-14),
Melalui gambaran ini, dapat disimpulkan dua peranan utama keluarga dalam melayani Tuhan di Jemaat, Keluarga, Masyarakat: Pertama, Keluarga menjadi ecclesia domestica (tanda kehadiran kristus di dunia), keluarga jadi benteng, menyediakan rasa aman, saling menerima, menunjang pencapaian setiap kebutuhan dan tujuan pelayanan dalam hidup.Kedua, keluarga adalah media utama dimana Gereja hidup, tumbuh dan berkembang. Kehadiran Gereja di tengah-tengah masyarakat, diwakili oleh keluarga.
Kembali kepada Sintua HKBP dalam menghadapi lajunya perubahan dunia di era Revolus Digital ini, diperlukan, Pertama, kesiapan berubah dan berbuah di dalam Kristus yang sama pentingnya memperbaharui diri dan dibaharui di dalam Kristus.Kedua, Sintua HKBP tidak boleh terlambat dalam memberi tuntunan dan daya dorong dalam peziarahan umat akan Tuhan.Ketiga, Tuhan tentu tidak mau melihat dunia hanyut oleh zaman, Tuhan memilih hadir dekat dengan ciptaanNya. Ia selalu memilih berkomunikasi dengan struktur yang dimiliki manusia. Yesus sendiri menggunakan sejumlah aspek budaya sekitar menjadi saranaNya menyerta kita, seperti anggur, domba, bajak, ikan, dll. Artinya perkembangan teknologi dan sejenisnya dapat menjadi locus untuk misi. Kemajuan teknologi era digital ini dapat dimanfaatkan untuk seluas-luasnya memberitakan Kabar Baik di tengah bumi ini tanpa dihalangi oleh batas-batas temporal, ruang, suku dan bangsa.
4.     Penutup
Sesunguhnya masih banyak peran dan fungsi Sintua dan Keluarga sebagai pelayan di tengah kehidupan ini yang sudah dikenal jauh sejak Perjanjian Lama, sebagai yang “dipatujolo” dari berbagai faktor, termasuk dari segi usia, pengalaman, di tengah-tengah umat dan masyarakat (Kej 10:21; 25: 23; Ul. 5: 23; I sam 4: 3; I Taw 11: 3). Namun yang lebih mendesak untuk saat ini adalah penghayatan kembali dan utuh akan makna panggilan menjadi seorang sintua dan menjadi keluarga sintua.
Hosa partondion (spiritualitas) pelayanan sintua dan keluarga sintua dinilai perlu mengalami perjumpaan kembali yang otentik dengan Yesus Kristus sebagai sumber panggilan itu dalam menghadapi segala kebutuhan dan kebuntuan pelayanan yang kita hadapi saat ini. Selamat membakti. Tuhan memberkati
Beberapa Sumber:
Hackett, Rosalind I. J., Religion and the Internet. Dalam Diogenes
Harari, Yuval Noah. Homo Deus: ABrief History of Tomorrow. London: Harvil Secker, 2015
Hjarvard, Stig, Themediatization of religion: a theory of the media as agent of religious change. Sweden: Upsala, 2006
Kurzweil, Ray. The age of spiritual machines: when computers exceed human intelligence. New York: Viking, 1999
Moravec,Hans, "Letter from Marovaec to Pensore" In Thinking robots, an an aware internet, and cyberpunk librarians: The 1992 LITA president program. R. Bruce Miller (peny.) Chicago: Library and Information Technology Association, 1992
Mosco, Vincent, The political economy of communication: rethinking and renewal. London: Sage Publications. 1996
Park, Jong Soo. Teaching theology in a technological age. Yevette Deburge, (peny). Newcastle: Cambridge Scholars Pu, 2015
Singh, M. Peter, “An Overview of Cybertheology” Paper presented at Seminar on Ekklesiology in Cyber Age, Bangalore, June 26-27, 2014
Spadaro, Antonio, Cybertheology: Thinking Christianity in the Era of the Internet. New York: Fordham University Press, 2014): Kindle edition.






[1] Disampaikan pada Pembinaan Parhalado Sintua dan Keluarga Serta Guru Sekolah Minggu HKBP Resort Tigalingga. Penulis adalah Dosen STT HKBP Pematangsiantar, NIDN: 2305077923, Ketua Program Pasca Sarjana STT HKBP, pengampu bidang studi biblika dan juga sebagai konviner Sub Komisi RPP HKBP periode 2016-2020 dan anggota Litbang HKBP 2016-2020. Publikasi ilmiahnya adalah Aspek Ekonomi Sabat: Suatu Telaah Teologis terhadap Aspek Ekonomi dari Sabat dalam Keluaran 16 dan Relevansinya bagi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Beberapa dari buku yang ditulis, Jumbai Jubah yang Terkulai, Menata Hari dengan Hati, dll.
[2]Ray Kurzweil. The age of spiritual machines: when computers exceed human intelligence. (New York: Viking, 1999), 142
[3]Hans Moravec, "Letter from Marovaec to Pensore" In Thinking robots, an an aware internet, and cyberpunk librarians: The 1992 LITA president program. R. Bruce Miller (peny.) (Chicago: Library and Information Technology Association, 1992), 20
[4]Survei nasional CSIS periode 23-30 Agustus 2017 melaporkan penetrasi media sosial sangat kuat di kalangan milenial dibanding non milenial. Akun facebook misalnya dimiliki oleh 81,7% milenial dan hanya 23,4% non milenial yang memiliki akun facebook. Selain itu 54,3% kalangan milenial mengaku setiap hari membaca media online berbeda jauh dengan non milenial yang membaca online hanya mencapai 11,9%.
[5]Kursus-kursus yang menjanjikan perubahan dramatis, instan, untuk sesegara mungkin memiliki capaian spiritual tertentu dalam jangka yang cukup singkat, beberapa saat atau beberapa hari.
[6]Stig Hjarvard, The mediatization of religion: a theory of the media as agent of religious change. Sweden: Upsala, 2006
[7]Vincent Mosco, The political economy of communication: rethinking and renewal. London: Sage Publications. 1996, 157